RUANG PUISI WAWAN JEHAMUN
BANGKIT HARI KETIGA
Kau memilih hitam dan dengan segera kau berlari luntang-lantung pada keinginan. Beralas cermin terciptalah bayangan. Kau bilang bayangan itu dirimu. Maka kau terhenti sesaat mereka-reka kalau-kalau benar itu kau.
“Bukanlah buruk rupaku ini,”suara bau amis menyeruak tiba-tiba dari mulut dustamu, “Bibir monyong itu kerna seni bersilet sana-sini, pandai berkelit dari dangau sampai real estate.”
“Muslihat maksudnya.” rampung bayanganmu.
“Iaia…tepat busuknya!!”
“Kalau tangan yang nyaris merah laksana sirih, itu kerna sering keluyuran malam-malam ke rumah merah, ke baju merah, ke lubang warna merah.”
“Ih…, nakal kau!!”
Kelakuanmu seperti ikan asin saja. Sudah tahu busuk baunya, tapi tetap dicari kerna dibutuhkan.
“Ah, masa bodoh!! Dan hati yang membatu ini akan terus nyenyak tidurnya kerna tak dirasa desau angin apa yang mengetuk atau deru gelombang apa yang menggedor. Kerna tak pusing mendikan dan papa yang bersedu-sedan meminta segepok uang.”
Kau memilih hitam dan dengan segera kau jadi gelap. Maka sudah percaya itu bayanganmu, kau lekas pergi juga. Tapi bayanganmu memanggil:
“Hei, kau yang katanya mau bangkitkan??”
“Bangkit dari mana?”
“Dari lakumu! Kapan?”
“Tunggu hari ketiga saja dululah…”
“Dulu?”
“Dulu…”
PEREMPUAN AMALIYAH
//I//
Perempuan amaliyah dengan pakaian gelap pingin minggat. Dari ranjang keriput lelaki yang pura-pura koit bertanya:
“Kamu hendak ke mana?”
Jawabnya hanya:” Saya mau ke Emaus.”
//II//
Di jalan ke Emaus perempuan amaliyah turut bersama dua murid. Tanpa bom panci, tanpa gincu, tanpa eyeshadow, tanpa giwang, tanpa telanjang, tanpa cakap. Bilangnya cukup:
“Insya Allah saya juga Paskah kok!”
Dua murid cuma Maktub. “Ini kali Emaus saksinya.”
BAJU BERKAH
Ibu selalu menghadiahkanku baju berkah
Yang tak pernah sama setiap waktu
Kali ini dalam sakitnya ibu masih
Menghadiahkanku baju berkah lengkap dengan celananya
Dengan tangannya yang ringkih, dia memakaikannya padaku
Kudapati dia tersenyum simpul
Sambil perlahan matanya tertutup. Tidur.
Aku pun lelap di dalam tidur ibu
Hingga pagi menjelang tak kutemui
Lagi batang hidungnya
Cuma baju berkah yang kukenakan
Menjelma kehangatan paling kudus
Di bulan suci ini baju berkah
Menghangatkan kesendirianku
Meruntuhkan amarah dan egoku
Melenyapkan benci, dusta, serta dengki
Kulangkahkan kaki menyusuri tangga waktu
Meleburkan diri pada setiap jengkal kisah
Baju berkah selalu setia menemani
Membungkus hati jadi murni
Membuat hidup jadi suci
Terima kasih ibu, baju berkah terus membasuhku dengan cinta mesra
Syahdan, baju berkah akan kuhadiahkan
Pada siapa saja di bulan suci ini
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
RUAN PUISI: PONDIK
Pondik Lahir dari Rahim ibumu Menangis karena rasa baru Ayah ibumu membiarkanmu Menangis, menangis, dan terus menangis.. Belajarlah sayang akan rasa baru Pondik Saat engk
RUANG PUISI WAWAN JEHAMUN
Dalam Ruang Maya Pada lembayung senja Sepoi angin menjalar di relung-relung suaka Dua kekasih dibuai mesra oleh Puisi teramat getir yangdibatinkan Dalam sanubari pilu
HARMONI ALAM VS DEFORESTASI MASIF DI INDONESIA
Alam adalah rumah yang aman bagi seluruh makhluk hidup. Eksistensi alam menjanjikan hidup yang tidak hanya sejahtera tetapi juga berkualitas untuk seluruh penghuni di dalamnya. Kontribu
UPACARA BENDERA DAN NOBAR WARNAI HARI PAHLAWAN 2022
Peringatan Hari Pahlawan tahun 2022 tingkat SMAS St. Klaus Werang diisi dengan upacara bendera dan nonton bareng. Petugas upacara dijalankan oleh OSIS baru periode 2022/2023 yang dinahk
MISA ARWAH: MENYELAMATKAN MEREKA YANG TELAH MENINGGAL
Gereja Katolik mengajarkan, setiap orang yang meninggal akan mengalami keselamatan di dalam Surga. Namun, mereka yang telah meninggal tidak seluruhnya langsung masuk ke dalam Surga teta